Undang – undang Hak Cipta, Etika, dan Fotografi

Belakangan ini perkembangan dunia fotografi semakin pesat. Terutama setelah pabrikan kamera mulai mengenalkan kamera digital. Fotografi menjadi hoby yang murah dan hampir semua lapisan masyarakat menggelutinya. Baik lewat kamera DSLR, Prosumer maupun Pocket Digital dan kamera dari telepon selular.

Ada beberapa yang selalu dilewatkan oleh teman-temah pehoby fotografi yaitu Undang-Undang Hak Cipta dan etika yang berhubungan dengan Fotografi. Banyak sekali kejadian dan kasus yang bisa dan telah menjerat pehoby fotografi maupun profesional di bidang ini. Sejenak marilah kita berdiskusi dan dan mencermati beberapa hal berikut ini.

Sesuai Undang-Undang Hak Cipta No 19 tahun 2002, ada beberapa pasal yang harus dipelajari dan didiskusikan bersama.

Pertama: bagian keempat UUHC, pasal 12 ayat 1 huruf J dan K. Disebut: Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: J-fotografi dan K-sinemaografi. Menurut pandangan saya setiap foto yang dihasilkan langsung melekat hak ciptanya tanpa harus mendaftarkan di Dirjen HAKI.

Kedua: Bagian keenam, Pasal 19 Hak Cipta atas Potret:
(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
(3) Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c. untuk kepentingan orang yang dipotret.

Ketiga: Pasal 20:
Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a. tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b. tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c. tidak untuk kepentingan yang dipotret, apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.

Keempat
: pasal 21:
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.

Kelima; Pasal 22: Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.

Keenam; Pasal 23: Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa Potret.

Yang ingin saya diskusikan dengan teman-teman adalah beberapa hal berikut:
1. Sudahkan teman-teman melengkapi diri dengan formulis kosong ketika hunting ke daerah-daerah untuk berjaga-jaga ketika mendapat obyek manusia yang menarik misalnya. Karena sewaktu-waktu akan dipublikasikan atau dijual, atau diikutkan lomba harus ada model release nya. Selain itu tentu saja mempublikasikan foto manusia tanpa ijin melanggar UUHC.

2. Apakah teman teman juga sadar bahwa memotret benda atau barang atau properti orang dan dipublikasikan juga bisa melanggar hak cipta jika pemiliknya menuntut?

3. Pernahkan tema-teman meminta ijin ketika memotret. Karena ada beberpa kasus teman yang secara sengaja memotret orang dan orang yang difoto marah-marah karena keberatan difoto. Beberapa ada yang ngamuk bawa golok, dan si pemotret kemudian bikin tulisan di blog, gantian marah-marah padahal jelas-jelas dia tidak memakai etika ketika memotret. Juga ketika memotret rumah orang atau mobil orang, ketika yang punya marah-marah, Anda tidak bisa berkata, “ngapain larang gua motret, kamera-kamera gua”.

4. Beberapa kasus ada pemenang lomba foto yang obyeknya manusia dibatalkan oleh juri karena tidak ada model release nya. Juga untuk kepentingan komersial lainnya, memerlukan model release dan property right.

Sekian teman-teman, mari kita cermati supaya tidak ada kejadian tidak enak dikemudian hari. Karena untuk pelanggaran hak cipta ini sanksi pidananya lumayan. Pelanggaran atas pasal 19 dan 20 sanksi pidananya kurungan paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 150 juta rupiah.

Jadi kasarnya, jika saya iseng, ada yang memotret saya dan meng-upload di web atau blog, atau facebook misalnya. Bisa saja saya tuntut. Atau memotret orang, model, atau human interest dan modelnya menuntut, Anda bisa kena sanksi pidana sesuai UUHC. Jadi ketika kita sering keberatan ketika foto kita dicuri orang, kadang kita arogan juga ketika memotret, tidak memikirkan apa dan siapa yang kita potret.

Ditulis dalam Fotografi. Tag: . Leave a Comment »

Tinggalkan komentar