Indra Azwan, Jalan Kaki Malang Jakarta Mencari Keadilan

Ia mirip lelaki dalam cerita pendek The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway. Tubuhnya mulai menua. Sisa-sisa keperkasaan mulai luntur. Setiap pagi dia harus menatap hari-hari yang murung dan tak bersahabat.

Tapi, Indra Azwan, sang lelaki itu, bukanlah nelayan seperti tokoh dalam cerpen tersebut. Dia juga tak menghabiskan kesialannya di tengah laut. Kepedihan hatinya membawa Indra ke jalan raya. Dia bertekad mencari keadilan dengan berjalan kaki dari Malang ke Jakarta, bahkan bila perlu sampai Mekah. 

Warga Blimbing, Malang, Jawa Timur, itu selama 19 tahun mencari keadilan atas kasus tabrak lari yang menimpa anaknya, Rifki Andika, 12 tahun, pada 1993. Kasus itu menggantung. Itu yang membuatnya kembali menjalani ritual berjalan kaki dari Malang menuju Jakarta dengan satu tekad: menuntut keadilan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Dia ingin mengembalikan uang Rp 25 juta pemberian Pak Presiden,” kata Beti, istri Indra.

Uang tersebut diterima Indra saat bertemu dengan Presiden pada 2010. Indra menerima uang tersebut setelah Presiden saat itu berjanji akan membantu membongkar kembali kasus kecelakaan yang mengakibatkan anaknya, Rifki Andika, tewas pada 1993. Rifki ditabrak saat akan menyeberang jalan di Malang oleh seorang polisi, Joko Sumantri.

Indra, 53 tahun, menuntut kasus kecelakaan itu kembali diungkap. Sebab, Joko terbebas dari jerat hukum. Itu berdasarkan putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 2008. Sebab, kasus dianggap kedaluwarsa, yakni melewati waktu 12 tahun. Kasus itu memang baru disidangkan 15 tahun kemudian.

Ini yang ketiga kali Indra melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta. Aksi pertama pada 9 Juli 2010 dan tiba di Istana Negara 22 hari kemudian. Aksi kedua pada 27 September 2011 melalui jalur selatan, tapi tak sampai ke Istana karena ia sakit. Disusul aksi ketiga kalinya pada 18 Februari 2012.

“Keadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin,” kata Indra saat ke Jakarta pada 2010.

Ketika bertemu dengan Presiden pada 2010, diinstruksikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memprioritaskan perkara ini. Namun, dua tahun berlalu, kasus tersebut tetap tak diungkap. “Sudah 19 tahun tak ada perkembangan yang berarti,” ujar Beti lagi.

Jika gagal bertemu dengan Presiden, menurut Beti, Indra berencana mengadukan masalah ini kepada Tuhan. Indra menyiapkan paspor dan visa untuk berjalan kaki ke Tanah Suci untuk berpasrah diri. Ia akan berjalan melalui Palembang, Dumai, Malaysia, Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Iran, Kuwait, Riyadh, hingga ke Mekah.

Menurut Beti, Indra adalah sosok kepala rumah tangga yang berpendirian teguh. Tetangganya menjuluki Indra, Singo Edan, karena kecintaannya pada klub sepak bola Malang. Ia juga tegas dalam mendidik kedua anaknya yang kini masih duduk di sekolah dasar. Ia penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya.

Sementara itu, Indra kemarin malam tak dapat dihubungi. Sebelumnya, Sabtu lalu, Indra melintas di Cirebon. Ia, seperti dikutipAntara, menegaskan tetap akan terus berusaha meminta keadilan atas kematian anaknya.

Menurut dia, perlu pembenahan hukum secara menyeluruh supaya siapa pun pelaku kejahatan bisa dijerat hukum. Ia berharap keadilan bisa terwujud. Dan Indra pun terus mencari keadilan dengan berjalan dan terus berjalan.

Ditulis dalam Bekasi, Sosial. Tag: . 2 Comments »

2 Tanggapan to “Indra Azwan, Jalan Kaki Malang Jakarta Mencari Keadilan”

  1. samsu rizal Says:

    maju trus pantrang mundur hukum tak kenal kasta dan uang for to justice

  2. Rahadhian Khrist Wicaksana Wijaya Says:

    akankah kita perlu harus melakukan hal ini, hanya untuk menuntut suatu keadilan, apakah harapan akan keadilan harus pupus pada kenyataan bahwa kita hidup di Indonesia yang mengutamakan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” negara hukum yang berazaskan Demokrasi….?
    adakah yang bisa memberikan solusi jawaban atas keadaan ini…?


Tinggalkan komentar